03 Maret 2016

Askep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Terlengkap

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

A. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar non neoplastik. Didefinisikan sebagai pertumbuhan nodula-nodula fibroadenomatosa majemuk dalam prostat (Soebadi D.M, 2002 : 24).
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu kelainan yang mengganggu urinari yang disebabkan adanya kelenjar hyperplasia "periuretra" yang mendesak jaringan prostat yang asli dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000 : 523).
Berdasarkan pendapat para ahli tentang BPH (Benigna Prostat Hiperplasia), maka dapat diambil kesimpulan bahwa BPH adalahsuatu kelainan pembesaran kelenjar non neoplastik sebagai pertumbuhan nodula-nodula fibroadenomatosa  majemuk dalam prostat yang mengganggu urinari yang disebabkan adanya kelenjar hiperplasia "periuretra" yang mendesak jaringan prostat yang asli dan menjadi simpai bedah.



B. Etiologi


Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyabab terjadinya hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan penuaan (aging) Nasution, 2000 : 205).

Menurut Rahardjo (2002 : 238) ada beberapa teori / hipotesis yang diduga sebagai penyebab terjadinya hiperplasia prostat, yaitu :

1. Teori Hormonal

Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regrasi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosteron / DHT), estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. 

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon estrogen, karena produksi testosteron menurun & terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer yang kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.

baca juga :

2. Toeri Growth Faktor (Faktor Pertumbuhan)


Peran dari growth faktor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat. Terdapat empat peptik growth faktor yaitu : basic transforming growth faktor, transforming 2, epidermal growth B1 (beta 1), transforming growth faktor B (beta) growth faktor.


3. Teori Peningkatan Lama Hidup Sel-Sel Prostat Karena Berkurangnya Sel yang Mati

4. Teori Sel Stem (Stem Cell Hypothesis)

Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada dalam keadaan keseimbangan "steady state", antara pertumbuhan sel & sel yang mati, 
Keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat menyebabkan produksi / proliferasi sel stroma & sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dihydro Testosteron (DHT)

Testosteron yang dihasilakan oleh sel leydig pada testis (90%) & sebagian dari kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah serta 98% akan terikat oleh globulin menjadi Sex Hormon Binding Globulin (SHBG). Sedangkan hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas. 

Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam "target cell" yakni sell prostat melewati membran sel langsung masuk ke dalam sitoplasma, didalam sel testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dyhidro testosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi "hormone receptor complex".

Kemudian hormon reseptor kompleks ini mengalami transformasi reseptor, menjadi "nuclear receptor" yang masuk kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin & menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein mengakibatkan terjadinya pertumbuhan kelejar prostat.

6. Teori Reawakening

Lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar peri uretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme "glandular budding" kemudian bercabang yang menyebabkan timbulanya alveoli pada zona pre prostatik. 

Persamaan epiteleal budding & "glandular morphogenesis" yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya "reawakening" yakni jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat embriologik, sehingga jaringan peri uretral dapat tumbuh lebih cepat dari pada jaringan sekitarnya.

Selain teori-teori diatas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab terjadinya BPH seperti: teori tumor jinak, teri rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan kolesterol, dan Zn yang semuanya masih belum jelas hubungan sebab-akibatnya. 
(Rochani, 2000 : 97).


C. Patofisiologi

Purnomo B.P (2000: 127) serta Purnomo B.B (2000 : 213) mengemukakan bahwa BPH diperkirakan mempunyai hubungan dengan keseimbangan hormonal, walaupun mekanisme yang tepat belum diketahui secara pasti. 

Dengan meningkatnya umur seseorang, terjadi penurunan kadar hormon androgen disertai naiknya hormon estrogen secara relatif. Estrogen juga meningkatkan sensitivitas jaringan prostat terhadap androgen. Kelenjar prostat bagian peri uretra / sentral yang responsif terhadap hormon estrogen akan mengalami hyperplasia.

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. 

Kontraksi yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli & perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah / lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk kedalam fase dekompensasi & akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine. Tekanan intra vesikal yang semakin tinggi akan diteruskan keseluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. \

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

D. Manifestasi Klinis


Priyanto (2002 : 43), mengemukakan bahwa tanda dan gejala yang timbul disebabkan oleh dua hal yakni obstruksi dan iritasi yang dapat berupa :

1. Gejala pertama dan paling dering ditemukan adalah berkurangnya kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, disebabkan lumen uretra mengecil dan tahanan didalam uretra mengecil serta meningkat, sehingga kandung kemih harusmemberikan tekanan yang lebih besar untuk dapat mengeluarkan urine.

2. Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten, sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intra-vesika yang cukup tinggi.

3. Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, jika kandung kemih tidak dapat mempertahankan tekanan yang tinggi saat berkemih, aliran urine dapat berhenti dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi.

4. Otot-otot kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkan urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung kemih sehingga menimbulkan sering berkemih dan sering berkemih pada malam hari (nokturia).

5. Infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan edema.

6. Residual urine juga dapat sebagai faktor predisposisi terbentuknya batu kandung kemih.

7. Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat menyebabkan refluks vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang akhirnya menimbulakan hydroureteronephrosis.

8. Hematuri sering terjadi karena pembesaran prostat mengakibatkan pembuluh darah menjadi rapuh.

9. Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejala-gejala uremia berupa mual, muntah, somnolen, atau disorientasi, mudah lelah dan penurunan berat badan (BB).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah lengkap
b. Urine : kultur urine dan sensitifitas test urinalis
c. Pemeriksaan pre operasi : DR, kimia darah, BT, CT, EKG, dan Rontgen thorak.

2. Pemeriksaan Pencitraan

a. Foto polos abdomen (BNO)
b. Pielografi Intravena (IVP)
c. Sistogram retrograde
d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

3. Pemeriksaan Lain


a. Uroflowmetri : untuk mengukur laju pancaran urine miksi
b. Pemeriksaan tekanan pancaran (Pressure Flow Studies) dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram.
c. Pemeriksaan volume residu urine.

F. Pathway





G. Rencana Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Pasien

b. Riwayat Kesehatan

1). Keluhan utama
2). Riwayat Penyakit Sekarang
3). Riwayat Penyakit Dahulu
4). Riwayat Penyakit Keluarga

c. Pola Fungsional Kesehaatan

1). Pemeliharaan Kesehatan Pasien
2). Nutrisi dan Metabolik
3). Pola Eliminasi
4). Pola Aktivitas dan Latihan
5). Pola Persepsi & Kognitif
6). Istirahat dan Tidur
7). Pola Konesp Diri
8). Hubungan dan Peran
9). Reproduksi dan Seksual
10). Pola Pertahanan dan Koping
11). Pola Keyakinan dan Nilai

d. Pemeriksaan Fisik

1). Keadaan Umum : Kesadaran, GCS, dan status neurologis pasien
2). Tanda-Tanda Vital
3). Pemerriksaan Head to toe :
a). Kepala dan leher
b). Dada atau thorax
c). Abdomen
d). Genitalia
e). Ekstremitas (atas dan bawah)
e. Pemeriksaan Penunjang
f. Terapi Medis dan Tradisional

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan
b. Nyeri berhubungan dengan retensi urine, terputusnya kontinuitas jaringan kulit pasca pembedahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan
d. Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine
e. Retensi urine berhubungan dengan obstruksi traktus urinarius
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta :EGC, 2001 (buku asli diterbitkan tahun 1996)
Doengoes, M. E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans : Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa : Kariasa, I.M. Jakarta : EGC, 2000 (buku asli diterbitkan tahun 1993)

Artikel Terkait

Askep Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) Terlengkap
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

Komentar cerdas dan bermanfaat....